Pancasila Secara Etimologis dan Historis

Pancasila Secara Etimologis dan Historis

Pancasila Secara Etimologis dan Historis


1. Pancasila Secara Etimologis


Ditinjau dari sisi asal usul kata atau Etimologis, kata “Pancasila” berasal dari bahasa salah satu kasta yang ada di India yaitu kasta Brahmana, bahasa tersebut adalah bahasa Sansekerta. Kata Pancasila dalam bahasa Sansekerta tersebut, menurut pendapat Muhammad Yamin kata “Pancasila” mempunyai 2 arti secara leksikal dimana 2 arti tersebut adalah :

- Panca, berarti lima

- Syila, dengan vokal i pendek, berarti batu sendi, atau alas, atau dasar

- Syiila, yaitu kata syila dengan vokal i yang panjang, berarti “peraturan mengenai tingkah laku yang baik, yang penting, atau senonoh”.


Dikemudian hari, kata “Syiila”  ini dalam bahasa Indonesia utamanya dalam bahasa Jawa berubah pengucapan dan diartikan sebagai “susila” yang menjadi sebuah kata yang erat hubungannya dengan moralitas manusia. Oleh karenanya,  secara etimologis kata “Pancasila” yang dimaksud di sini bisa dilihat lebih cocok dan condong dengan kata Syila yang mempunyai vocal i panjang yaitu Syiila, dan istilahnya menjadi “Panca Syiila”. Adapun untuk kata Syila dengan vokal i pendek, mempunyai makna leksikal “berbatu sendi lima” atau secara harfiah berarti “dasar yang memiliki lima unsur”. 


Pancasila
Pancasila. Sumber gambar dengan lisensi creative commons dari :
https://www.flickr.com/photos/thisisinbalitimur/26004304273


2. Pancasila Secara Historis


Pancasila secara Historis, tentu kita harus kembali melihat sejarah bahwa proses perumusan Pancasila, yaitu ketika sidang BPUPKI pertama, dr. Radjiman Widyodiningrat mengajukan sebuah persoalan yang sangat penting atau khusus, yang akan dibahas pada sidang tersebut dimana hal penting tersebut harus sesegera mungkin dan secepat mungkin ditemukan solusinya. Persoalan itu adalah tentang suatu calon atau cikal bakal rumusan dasar negara Indonesia yang direncanakan akan dibentuk. Untuk menjawab soalan tersebut, tampillah pada sidang itu 3 orang pembicara ulung, yang mereka masing-masing mengutarakan pendapat serta usulannya. 3 tokoh tersebut adalah Mohammad Yamin, lalu Soepomo, dan yang terakhir adalah Ir. Soekarno.


Dalam gelaran sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945 Ir. Soekarno berpidato di depan khalayak mengemukakan buah piker dan usulannya secara lisan tentang sebuah calon rumusan dasar negara Indonesia yang akan dibentuk. Pada sidang itu Soekarno menyampaikan usul sebuah dasar Negara yang nantinya akan diberi nama “Pancasila” yang mempunyai arti lima dasar, atau berbatu sendi lima. Soekarno menyampaikan bahwa nama Pancasila ini adalah saran dari salah seorang teman yang merupakan seorang ahli bahasa, namun tidak mau disebut namanya.


Lalu, selanjutnya pada tanggal 17 Agustus 1945 tepatnya saat Indonesia memproklamirkan kemerdekaann, keesokan harinya, yaitu tanggal 18 Agustus 1945, disahkanlah Undang-Undang Dasar 1945 yang dimana termasuk pula bagian pembukaan UUD 1945 yang didalamnya termuat isi dan inti dari Pancasila, yaitu tentang rumusan lima prinsip sebagai satu dasar negara yang diberi nama Pancasila.


Dan dimulai sejak saat itulah, kata “Pancasila” mulai familiar dan menjadi salah satu kosa kata baru dalam bahasa Indonesia, yang pada giliran selanjunya Pancasila menjadi istilah umum untuk menyebut sebuah dasar Negara, dasar Negara Indonesia. Dan walaupun dalam alinea ke IV Pembukaan UUD 1945 tidak tertera istilah “Pancasila”, namun yang dimaksud Dasar Negara Republik Indonesia dalam kalimat pembukaan tersebut adalah dengan terang dan jelas disebut dengan istilah “Pancasila”. 

Nilai Pancasila yang Tumbuh Pada Masa Kebangkitan Nasional dan Sumpah Pemuda

Nilai Pancasila yang Tumbuh Pada Masa Kebangkitan Nasional dan Sumpah Pemuda

Nilai Pancasila yang Tumbuh Pada Masa Kebangkitan Nasional dan Sumpah Pemuda


Nilai- Nilai Pancasila Pada Masa Kebangkitan Nasional Tahun 1908


Pada masa dimulainya abad ke 20, adalah masa awal dari dimulainya kebangkitan bangsa Indonesia. Hal ini ditandai dengan mulai berdirinya organisasi-organisasi yang didirikan oleh para cendekiawan seperti Budi Utomo yang didirikan pada tanggal 20 mei 1908 dengan tokohnya yang terkemuka dan terkenal yaitu Dr. Wahidin Sudirohusodo. Kemudian berdiri juga organisasi Serikat Dagang Islam (SDI) di tahun 1909, yang berubah nama menjadi Serikat Islam (SI) pada tahun 1911, SI ini berada dibawah pimpinan H.O.S.Tjokro Aminoto.


Berikutnya muncul juga organisasi yang bernama Inddiche Partij yang didirikan pada tahun 1913 di bawah pimpinan Douwes Dekker, bersama dengan Cipto Mangun Kusumo, dan Ki Hajar Dewantara. Lalu pada tahun 1927, berdiri juga sebuah partai politik yang di pelopori Ir.Soekarno bersama dengan para pemuda lainnya yaitu PNI yang merupakan singkatan dari Partai Nasional Indonesia.


Jelas terlihat, pada periode ini, semangat berserikat dan berkumpul, musyawarah serta persatuan dan kesatuan mulai muncul dan digagas oleh para cendekiawan, yang pada giliran selanjutnya menularkan semangat tersebut pada individu-individu lainnya di wilayah Nusantara/Indonesia. 


Museum Sumpah Pemuda
Museum Sumpah Pemuda
Sumber gambar dengan lisensi creative commons :
https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Museum_Sumpah_Pemuda.JPG


Nilai- Nilai Pancasila Pada Sumpah Pemuda 1928


Pada tanggal 28 oktober 1928, di daerah Nusantara terjadi sebuah peristiwa yang bisa dikatakan cukup menonjol dan menjadi titik tolak persatuan daerah-daerah di Indonesia yang selama beberapa dekade sebelumnya cenderung tersekat-sekat, berjalan sendiri-sendiri, dan tidak memiliki kesatuan. Dan peristiwa ini jadi titik mula atau tonggak sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai cita-citanya yaitu cita-cita kemerdekaan Indonesia. Peristiwa sejarah ini adalah yang kita kenal dengan peristiwa Sumpah Pemuda, dimana pada saat itu pemuda-pemudi yang berada di seluruh daerah di Nusantara/Indonesia memulai asa untuk bersatu.


Peristiwa yang di pelopori oleh Muh. Yamin, Kuncoro Purbopranoto dan lain-lain ini, pada gelarannya mengumandangkan dan mengutarakan Sumpah Pemuda yang pada intinya berisi pengakuan akan adanya bangsa, tanah air, dan bahasa yang satu bagi semua suku bangsa yang ada di Indonesia, yaitu bangsa, tanah air, dan bahas Indonesia. Pada masa ini, sikap kritis atas penjajahan semakin mengemuka dan mulai digaungkan serentak oleh seluruh pemuda-pemudi Indonesia melalui peristiwa Sumpah Pemuda ini secara simbolik, dan kemerdekaan bangsa Indonesia sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi.


Dengan peristiwa Sumpah Pemuda ini, makin terang dan tegaslah apa yang diidamkan dan diinginkan oleh seluruh rakyat Indonesia, yaitu kemerdekaan yang seutuhnya, kemerdekaan tanah air dan bangsa. Oleh karenanya, tentu diperlukan adanya persatuan yang merupakan syarat yang harus dipenuhi, syarat mutlak bagi berdirinya suatu bangsa, dan sebagai tali pengikat persatuan ini adalah bahasa yang satu yaitu Bahasa Indonesia.

Nilai-Nilai Pancasila yang Hilang di Masa Penjajahan

Nilai-Nilai Pancasila yang Hilang di Masa Penjajahan

Nilai-Nilai Pancasila yang Hilang di Masa Penjajahan - Seperti telah dijelaskan pada artikel sebelumnya, bahwa di daerah Nusantara, nilai-nilai Pancasila telah tertanam kuat di dalam kehidupan bermasyarakat pada masa pemerintahan kerajaan Sriwijaya dan kerajaan Majapahit. Namun seiring dengan kedatangan bangsa penjajah, beberapa nilai Pancasila di kehidupan masyarakat nusantara tersebut perlahan terkikis habis.


Pada masa lalu, sudah bukan rahasia lagi kesuburan tanah Nusantara atau Indonesia dengan hasil buminya yang melimpah, terutama tempeh-rempah, sangat menarik minat Negara asing. Hal tersebut terjadi karena rempah-rempah sangat dibutuhkan oleh negara-negara di luar Indonesia utamanya bangsa-bangsa Eropa, ini pula yang menyebabkan bangsa asing (Eropa) memulai ekspedisi dan akhirnya sampai ke Indonesia. Bangsa Eropa yang membutuhkan rempah-rempah itu pada akhirnya telah berhasil memasuki Indonesia, Negara-negara Eropa tersebut antara lain Portugis, Spanyol, Inggris, dan Belanda.


Masuknya Bangsa Eropa ini seiring dengan kemunduran Kerajaan Majapahit dalam berbagai aspek. Terpuruknya Majapahit dari masa jayanya ini adalah akibat dari persilihan dan perang saudara dalam kerajaan, yang berarti nilai-nilai nasionalisme sudah mulai berkurang bahkan ditinggalkan.


ilustrasi kerja paksa romusha/rodi
Ilustrasi kerja paksa Romusha/rodi
Sumber gambar dengan lisensi creative commons dari
https://www.flickr.com/photos/prachatai/44636182904


Di sisi lain, walaupun pada abad ke-XVI agama Islam berkembang dengan pesat yang ditandai dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam, seperti Samudera Pasai, dan Demak, tampaknya hal tersebut tidak mampu membendung tekanan bangsa Eropa yang mulai merangsek masuk ke Indonesia.


Kala itu, bangsa-bangsa Eropa mulai berlomba memperebutkan kemakmuran bumi Nusantara. Dan sejak saat itu pula, dimulailah lembaran hitam dalam sejarah panjang Nusantara/Indonesia yaitu penjajahan bangsa Eropa, khsususnya Belanda.


Dalam satu sudut pandang, masa penjajahan atau ekspansi Belanda ke daerah Nusantara bisa dijadikan patokan atau acuan dimulainya tonggak sejarah yang baru, yaitu perjuangan bangsa Nusantara Indonesia dalam menggapai cita-cita kemerdekaan dan kebebasannnya, karena pada zaman penjajahan ini, semua yang telah dicapai bangsa Indonesia pada zaman atau masa pemerintahan Sriwijaya dan Majapahit bisa dibilang sudah benar-benar hilang, ya, karena kedaulatan negara sudah hilang karena penjajahan, persatuan yang sudah terjalin sudah dihancurkan dengan politik adu domba devide et impera, kemakmuran yang sudah dinikmati rakyat lenyap dijarah, dan wilayah yang sebelumnya merdeka pun diinjak-injak penjajah.


Adapun bila kita tarik benang merah dari uraian di atas, nilai-nilai Pancasila yang telah dilaksanakan dengan baik pada masa pemerintahan kerajaan Sriwijaya dan Majapahit namun hilang pada masa penjajahan bangsa Eropa antara lain adalah :

- Pengamalan nilai sila ke dua tentang kemanusiaan yang adil beradab. Tentunya, di masa ekspansi bangsa asing atau datangnya penjajah ke negeri Nusantara, nilai kemanusiaan yang adil dan beradab ini menjadi hilang dimana bangsa pribumi ditindas, dieksploitasi, dan dirampas hak-haknya.

- Pengamalan sila ke tiga yaitu persatuan. Dengan dilancarkannya politik adu domba atau devide et impera oleh Belanda, golongan pribumi yang terdiri dari berbagai suku bangsa yang ada di bumi Nusantara dipecah belah dengan berbagai cara, sehingga menjadi terkotak-kotak dan persatuan pun menjadi sulit untuk diwujudkan.

- Pengamalan Sila ke empat dengan nilai permusyawaratan perwakilan. Ketika secara politik pemerintahan di daerah Nusantara diambil alih oleh kaum penjajah, maka pribumi tidak mempunyai perwakilan di pemerintahan untuk menyampaikan aspirasi dan ide-ide nya secara merdeka untuk kebaikan bersama.

- Pengamalan sila ke lima tentang keadilan sosial bagi seluruh rakyat, tentu hal ini sulit dan tidak bisa diwujudkan di masa penjajahan.

Nilai-nilai Pancasila di Zaman Kerajaan Majapahit

Nilai-nilai Pancasila di Zaman Kerajaan Majapahit

Nilai-nilai Pancasila di Zaman Kerajaan Majapahit - Sebelum masa kerajaan Majapahit terbentuk dan berdiri, sebetulnya sudah terdapat kerajaan-kerajaan lain yg lebih tua yang berlokasi di Jawa Tengah dan  Jawa Timur, yang kemunculannya silih berganti yaitu kerajaan Kalingga abad ke tujuh (VII) serta Sanjaya pada abad ke delapan (VIII), dimana sebagai puncak perkembangan budaya kerajaannya, dibangunlah Candi Borobudur yaitu candi agama Budha di abad ke-IX, serta Candi Prambanan candi agama Hindu pada abad ke sepuluh (X) yang sangat megah. Dan masih di Jawa Timur juga, berdiri beberapa kerajaan lain yaitu kerajaan Isana pada abad ke Sembilan (IX), Dharmawangsa pada abad ke sepuluh (X), dan  kerajaan Airlangga pada abad ke sebelas (XI).


Di masa ini, asas sila pertama yaitu ketuhanan tercermin dari adanya agama yg diakui oleh Negara. agama yang diakui kerajaan-kerajaan tersebut ialah agama  Budha, agama Wisnu, dan  agama Syiwa. seluruh agama tadi hidup berdampingan secara tenang dan damai. Lalu, nilai-nilai sila ke 2 yaitu kemanusiaan juga sudah tercermin di masa kerajaan ini, hal tersebut diantaranya dibuktikan melalui prasasti Kelagen yg didalamnya terdapat keterangan yaitu Raja Airlangga dengan kekuasaannya tetap mengedepankan nilai kemanusiaan dengan adanya kerjasama dan hubungan yang terjalin antar Negara yaitu dengan Champa, Chola, dan Benggala.


Lalu nilai-nilai sila keempat yaitu permusyawaratan perwakilan pun telah terwujud yaitu dengan diangkatnya Airlangga sebagai raja melalui tukar pikiran secara jernih atau musyawarah, musyawarah ini dilakukan banyak pihak diantaranya pengikut Airlangga, khalayak atau masyarakat umum serta juga kaum Bramhana. Sedangkan nilai-nilai sila ke lima yaitu keadilan sosial adalah saat Raja Airlangga menginstruksikan pembuatan tanggul-tanggul air dan juga pembangunan waduk demi ketersediaan air guna lancarnya proses garap tanah para petani dan masyarakat menjadi sejahtera.


Bahkan, di masa pemerintahan kerajaan inilah kata Pancasila mulai ada dan dikenal. istilah Pancasila ini ada pada kitab Negarakertagama yang dikarang oleh Empu Prapanca serta kitab  Sutasoma yang dikarang oleh Empu Tantular. Dalam kitab-kitab itu kata atau istilah Pancasila selain memiliki arti "berbatu sendi lima" dalam Bahasa Sansekerta, pula memiliki arti "pelaksana kesusilaan yang 5" atau Pancasila Krama yaitu ;

- tidak boleh melakukan kekerasan,

- tak boleh mencuri,

- tak boleh berjiwa dengki,

- tidak boleh berbohong, serta

- tidak boleh mabuk minuman keras.


ilustrasi persatuan dan kesatuan
Ilustrasi persatuan dan kesatuan.
Sumber gambar dengan lisensi creative commons dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Contoh_indigo.jpg


Di abad ke delapan (XIII), berdiri suatu kerajaan yang bernama kerajaan Singasari di daerah Kedi, Jawa Timur yg terdapat kaitan dengan berdirinya kerajaan Majapahit  pada tahun 1293. Zaman keemasan kerajaan Majapahit sendiri mengemuka di masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk bersama patihnya yang terkenal yaitu Mahapatih Gajah Mada. Wilayah kekuasaan Majapahit pada masa keemasan dan jayanya ini membentang mulai dari Semenanjung Melayu hingga ke Irian Jaya atau pulau Papua kini.


Pada masa berkuasanya kerajaan Majapahit, pengamalan Sila Ketuhanan yang Maha Esa dalam kehidupan telah terbukti, karena di ketika itu agama Hindu serta agama Budha hidup berdampingan dengan baik. Empu Prapanca menulis kitab Negarakertagama (1365) yg didalamnya sudah terdapat istilah Pancasila. Empu Tantular membuat atau mengarang kitab Sutasoma di mana isi di dalam kitab  itu menyebutkan seloka tentang persatuan dan kesatuan nasional yang sudah akrab kita dengar yaitu berbunyi "Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrua", yang mempunyai arti walaupun berbeda-beda, tetapi satu jua dan  tidak ada agama yang memiliki tujuan yang berbeda. Semua agama mengajarkan kebaikan dan kebersamaan, persatuan. Ketika itu. Seloka perihal toleransi yang menjunjung tinggi persatuan ini juga diterima serta diamalkan dengan seksama dan baik oleh Kerajaan Pasai di Sumatera yg menjadi Negara bagian Kerajaan Majapahit yang kerajaannya bercorak agama Islam. Karena Islam memang menjunjung tinggi persatuan atau ukhuwah.


Kemudian, di masa ini sila kemanusiaan yang beradab juga telah terwujud, hal itu terwujud dan  bisa dilihat melalui hubungan Raja Hayam Wuruk yang terjalin baik di masa pemerintahannya dengan kerajaan Tiongkok, lalu Ayoda, Champa, dan  juga Kamboja. Disamping itu, Kerajaan Majapahit juga sudah melangsungkan persahabatan atau hubungan antar Negara dengan negara-negara lain atas dasar Mitreka Satuta.


Selanjutnya perwujudan nilai-nilai perstauan Indonesia pada masa pemerintahan kerajaan Majapahit jua sudah terwujud dicirikan dengan sempurnanya keutuhan kerajaan, terkhusus Sumpah Palapa yang diucapkan Gajah Mada di sidang Ratu dan Menteri-menteri pada tahun 1331, yang berisi wacana dan cita-cita mempersatukan bentangan kepulauan nusantara raya yang isinya kurang lebih berbunyi "saya baru akan berhenti puasa makan palapa, Bila seluruh nusantara bertakluk dibawah kekuasan negara, Jika Gurun, seram, Tanjung, Haru, Pahang, Dhampo, Bali, Sunda, Palembang, dan  Tumasik telah dikalahkan”.


Di sisi lain, sila kerakyatan yg menjadi sila keempat Pancasila yg sarat akan nilai-nilai musyawarah dan  mufakat juga sudah dilaksanakan oleh system pemerintahan Kerajaan Majapahit. Hal ini bisa dilihat di Pasasti Brungbung (1329) yang menyebutkan dalam tata pemerintahan Majapahit ada yang semisal penasehat kerajaan, yaitu I Halu, I Shirikan, dan Rakyaan I Hino, yang mempunyai tugas memberikan pandangan yang bijak serta nasehat kepada raja.


Sedangkan, perwujudan sila keadilan sosial atau sila ke lima pada Pancasila pada lingkup Kerajaan Majapahit adalah dengan terwujud dan  berdirinya kerajaan tersebut selama beberapa abad, itu semua tentunya tidak akan terjadi Bila eksistensi Kerajaan tidak ditopang oleh kesejahteraan dan  kemakmuran rakyat Kerajaan Majapahit.


*dari berbagai sumber

Nilai-nilai Pancasila di Zaman Kerajaan Sriwijaya

Nilai-nilai Pancasila di Zaman Kerajaan Sriwijaya

Nilai-nilai Pancasila di Zaman Kerajaan Sriwijaya - Nilai-nilai Pancasila sebetulnya telah mengakar kuat pada keseharian masyarakat Nusantara/Indonesia, yaitu di masa kerajaan. Dimana dari runtutan sejarah, kira-kira pada abad ke VII - XII Masehi di wilayah Nusantara sudah berdiri sebuah kerajaan bernama kerajaan Sriwijaya di Sumatera Selatan, serta di abad ke XIII – XVI Masehi berdiri juga kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Ke 2 zaman itu mampu kita jadikan patokan tonggak sejarah bangsa Indonesia, kenapa demikian? karena bangsa Nusantara/Indonesia di masa itu sudah memenuhi kondisi-kondisi suatu bangsa buat mempunyai sebuah negara.


Kedua kerajaan itu punya kesatuan yg padu serta berdaulat, bersatu, serta memiliki wilayah yang mencakup semua nusantara saat ini. Dimana pada zaman tersebut, ke 2 kerajaan yg dimaksud berhasil memenuhi kebutuhan masyarakatnya dan  membuat masyarakatnya sejahtera.


Berdasar hal tersebut pada atas, menurut Mr. Muhammad Yamin, terbentuk serta berdirinya negara kebangsaan Republik Indonesia ini tidak dapat dipisahkan dari sejarah kerajaan-kerajaan pada masa lampau dimana tinta sejarahnya saling tertaut sama lain. Sejarah tersebut menjadi warisan yg sangat berharga berasal nenek moyang bangsa Indonesia. 


Pada abad ke VII di Indonesia berdiri sebuah kerajaan bernama kerajaan Sriwijaya. Kerajaan ini berada dibawah kendali serta kekuasaan wangsa Syailendra. Kerajaan ini memakai bahasa Melayu kuno pada interaksi keseharian pemerintah serta warganya, serta menggunakan huruf pallawa buat kegiatan yang terdapat hubungannya dengan tulis menulis serta kearsipan. 


Kerajaan Sriwijaya dikenal juga sebagai daerah maritim yang mengandalkan jalur perhubungan laut baik untuk perniagaan serta hubungan antar Negara. dalam praktek politik kekuasaan Kerjaaan Sriwijaya menguasai Selat Sunda dan juga Selat Malaka. dalam hal perdagangan, sistem perdagangan yang dijalankan Kerajaan Sriwijaya sudah diatur dan  dilaksanakan dengan tertib serta baik, dimana pada prakteknya pemerintah lewat perwakilan pegawai raja membuat sebuah badan yg memiliki tugas  mengumpulkan dan  menyalurkan output atau hasil kerajinan yg  dibuat oleh  masyarakat sehingga warga /pengrajin tidak mengalami kendala pada pemasaran hasil kerajiananya, Kemudahan sangat mendapat perhatian dalam pemasaran kerajinan ini.


Selanjutnya yaitu pada sistem pemerintahan, pada poin ini, di kerajaan Sriwijaya telah terdapat pegawai yg secara khusus mengurusi persoalan pajak yang bertugas menjadi pengurus pajak, harta benda kerajaan, dan  juga rohaniawan yg bertugas menjadi pengawas teknis pembangunan gedung-gedung serta juga patung-patung suci.  Yang dengannya kerajaan bisa menggunakannya dengan sempurna untuk menjalankan sistem Negara dengan berlandaskan nilai-nilai ketuhanan.


Di zaman tersebut, Kerajaan Sriwijaya sudah mempunyai sebuah universitas yang berhaluan agama Budha. Universitas tadi telah sangat dikenal di Asia. Kaum terpelajar dari tempat menuntut ilmu atau universitas di Sriwijaya ini lalu biasa melanjutkan studi atau memperdalam ilmunya ke negara lain yaitu Negara India. 


Selain itu, pada masa kerajaan Sriwijaya, unsur-unsur yg ada pada Pancasila, mulai dari ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, pemerintahan atas dasar musyawarah serta keadilan sosial telah ada dan menjadi asas-asas yg sangat kentara, yg dihayati dan  dilaksanakan pemerintah dan  rakyatnya pada ketika itu, hanya saja nilai-nilai Pancasila tadi belum dirumuskan secara nyata dalam satu kesatuan. Meski demikian, terdapat dokumen tertulis yang menjadi catatan sejarah menjadi bukti bahwa pada zaman itu telah terdapat unsur-unsur Pancasila, pada hal ini yaitu kehidupan bernegara di Kerajaan Sriwijaya, dokumen tertulis tersebut yaitu prasasti-prasasti yg terdapat di sana yaitu prasasti di Talang Batu, Kedukan Bukit, Karang Brahi, Talang Tuo, dan  Kota Kapur.


Ilustrasi daerah maritim dengan wilayah laut yang luas
Ilustrasi daerah maritim dengan wilayah laut yang luas.
Sumber gambar dengan Lisensi Creative Commons dari
https://pixabay.com/id/illustrations/kapal-layar-pesisir-laut-1740721/


Dengan demikian, dapat ditinjau nilai budaya bangsa pada masa keemasan kerajaan Sriwijaya ini sebenarnya telah benar-benar mempunyai nilai Pancasila, yg dapat dijabarkan di bawah ini :

- Nilai sila pertama mengenai ketuhanan, terwujud dengan eksistensi umat beragama pada kerajaan Sriwijaya. di sana, umat kepercayaan  Budha dan  Hindu hidup berdampingan secara damai. Selain itu, pada masa kerajaan Sriwijaya inilah terdapat sentra aktivitas pembinaan serta pengembangan agama Budha di Nusantara.

- Nilai sila ke 2 tentang kemanusiaan yang adil beradab, ini terwujud dengan terjalinnya hubungan antara Sriwijaya dan  India (Dinasti Harsha) yang menandakan telah berkembangnya nilai-nilai politik bebas aktif dalam hubungan bilateral dua negara. Karakteristik paling menonjol dari hubungan kedua Negara itu adalah pengiriman para pelajar untuk menuntut ilmu di India. 

- Nilai sila ke 3 tentang kesatuan serta persatuan dapat dipandang bahwa kerajaan sriwijaya menjadi Negara yg dapat mengendalikan sumber daya laut dan  memiliki armada bahari yang kuat menjadi daerah maritim, dengannya kerajaan Sriwijaya sudah sukses serta mantap menerapkan konsep negara kepulauan, tentu ini sejalan dengan konsepsi wawasan nusantara.

- Nilai sila ke empat wacana kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat perwakilan dapat dilihat dimana kerajaan Sriwijaya telah memiliki kedaulatan yang begitu luas, wilayahnya mencakup daerah Negara Indonesia sekarang, Siam, sampai Semenanjung Melayu. ada pegawai kerajaan yg ditugaskan buat menjadi wakil  dari setiap wilayah itu di jajaran pemerintahan.

- Nilai sila ke lima tentang keadilan sosial, kerajaan Sriwijaya ketika itu sebagai sentra pelayanan serta perdagangan, mempunyai tata pemerintahan dan  pegawai kerajaan yg professional serta mampu mewujudkan kehidupan rakyat yang adil dan  makmur.


*dirangkum dari berbagai sumber